Omer
mengenalana dengan suara derapan kakinya yang gemetaran di lantai, ini musim
dingin sama seperti hari sebelumnya, hanya saja derapannya lebih keras.
Sampai-sampai, kretek… kretek.. kretak.. retakan kayu atas lantai bereok.
Omer dengan sikap keras kepalanya menangah kepalanya ke atas platfom atap,
“Hari sabat, hari yang kudus, Sabat Shalom, namun belum sabat.”
Kretak..
kretek..
Hyman
berjalan menuju ke kamar belajar Omer penuh dengan buku terbuka menghadap
langit atap. Omer seketika dengan mata tajamnya menoleh ke Hyman. “Kak,
suaranya sudah sampai di ruang tamu,” “Aku tahu itu namun aku belum memaknai
hari sabat dengan jelas”, jawab dengan seketika Omer dengan Hyman. Omer duduk
di bangku penuh buku terbuka, sedangkan Hyman mendekatinya wajar itu adalah
kakaknya. “Kak biar aku jelaskan, sabat adalah hari suci dimana kita berhenti
melakukan pekerjaan. Bahkan menyalakan apipun atau menjala,” dengan tenang.
Omer
menutup semua bukunya dan meninggalkan Hyman di ruang belajarnya. Dengan suara
Langkah kaki derapan yang kuat sehingga di ruang dapur membuat Iri merasa
terheran. “Padahal 3 hari lagi mulai waktu sabat” di dalam hati Iri.
Hyman
keluar dari ruang belajar dan menceritakan tentang ibunya, yaitu Omer sepengetahu
ingin tahu hari sabat lebih dalam. Iri mengabil kertas pembungkus makanan
kosong, mengambil alat tulis sertelah itu mendekati Hyman mengajari sebagai
seorang guru di rumah pembelajaran Taurat. “Jadi begini, Sabat adalah waktu
dimana kita berhenti bekerja, Sabat adalah janji Tuhan kepada kita sebagai
bangsa pilihannya.”
“Jadi
bangsa Israel adalah bangsa pilihan?!!”, Ibunya menjawab dengan lemah-lembut
dan pelan, “Iya”
Omer dari
ruang teras balkon apartemen Kembali menuju ke ruang meja belajar penuh desakan
buku yang ia pelajari. “Omer!”, Hyman memegang jas Omer menariknya dengan
kencang. “Sudahlah” jawab Omer bergegas. “Karena bangsa Israel adalah bangsa
pilihan!”, jawab Hyman dengan tersenyum manis. Omer bingung dan tahu mengapa
Hyman membuka ekspresi manisnya, sebenarnya itu adalah jawaban terbaiknya.
Mungkin, “Ahh, baiklah, memang benar kamu.”
Lanjut
Hyman membersamai kakaknya, “Dari pada Omer belajar mari kita siapkan Sabat
untuk hari ini karena waktu berjalan lebih cepat” Hyman menggerutu agar
kakaknya keluar dari meja belajar terisolasi. “Jadi waktu terasa cepat bukan
ya?” Omer tersenyum.