Suatu ketika kakek memberikanku hadiah ulang tahun paling terbaik dari antara hadiah keduanya tersebut robot humanoid dan roti cupcake. Sebuah kamera beralat yang menanti diisi kenangan indah masa-masa di lautan biru terdalam dan permukaan gunung-gunung di tegakkan oleh Tuhan. Aku sekarang mengerti hadiah ulang tahun ini sangat beararti untukku, kakekku adalah seorang profesor ternama memiliki pengetahuan luas dalam bidang IT, dia sangatlah pencipta mesin berat dan kerasnya untuk hidup ini. Aku seorang anak tidak bersekolah, aku tidak menganggap diriku bodoh kalau tidak sekolah, sebenarnya aku diberi didik oleh kakekku karena di sekolah sini tidak begitu berlaku banyak.
Semua terasa cepat dengan kamera genggam beralat ini.
Kamera masa depan dan begitu pula masa lalu.
Ketika berdiam di kamar setelah acara menyenangkan dan menyeronokkan telah usai.
Ku ketika mengaktifkan robot di kamar secara diam-diam robot humanoid inilah sekarang yang mengajariku dia di program dengan Bahasa Pearl yang katanya cocok untuk scripting alur kerja dan pembuatan mesin keras. Dia seperti kakekku sendiri aku menganggapnya karena aku belum mengenalnya lebih dalam maka aku bertanya, "Robot siapakah namamu?" Robot berdetak mesin itu menjawab dengan TTS, "Aku Rimos Si Pria Robot, dengan versinya pertama kali diluncurkan dengan tag v1.0.0", robot kamu memang keren kakeklah yang menghadiahiku dia sangat cekatan dalam memperhatikan setiap sudut pandang penggunanya. Inilah robot hasil ciptaan kakekku dia memberikannya pada saat kemarin aku ulang tahun, belum lama ini.
Sambil robot memfokuskan keberadaannya di ruang mana, wajahnya mengangguk-angguk ke atas dan ke bawah untuk mengidentifikasi, aku mengambil foto kamera beralat masih bisa digunakan namun tidak tahu caranya. "Robot bisakah engkau memberi tahuku apakah alat ini?" Rimos merentangkan tangannya dan menjulur secara kaku ke arahku, mengambilnya dengan ala robot. "Ini namanya adalah kamera. Dia mempunyai banyak alat..." lanjut ia berkata sambil aku mendekatinya ke arah kamera yang ia pegang dengan ala robot, "Termasuk mengambil gambar atau video, melihat masa depan dan masa lalu. Kamera ini diproduksi oleh TEAM.COM," lanjut robot itu berkata sambil aku membuka jendela kamar sinarnya pagi mulai menembak ke arah muka Rimos Si Robot.
"Robot maukah kamu memperagakan apa yang masih aku tidak ketahui?" Rimos Si Robot bangun dari duduknya, mengaktifkan benda alat itu dan tanpa sengaja tangan besinya menekan tombol 'kembali' dan membawa kita ke masa lalu.
"Apa yang kamu lakukan!" Aku panik dan bersigap mulai memendam marah kepada Rimos Si Robot. "Tidak apa-apa, ini hanyalah masa lalu, sebenarnya aku belum diciptakan saat masa ini," menjawab dengan bijaksana. Aku panik berlari-lari kesana-kemari tidak tahu jalan keluar dan belum tahu penggunaan apa itu kamera. Aku berjalan menyusuri rintangan bebatuan disertai berangin kencang, sambil mencari perunjuk dan akhirnya tidak ada apapun.
"Apakah ini pertanda kita mati?" Aku panik dan gelisah dan mulai ingin menangis pada diriku sendiri, Rimos Si Robot berjalan menuju ke arahku sambil mebawa kameranya dan mengatakan dengan kata ringkas bahwa ini pasti baik-baik saja. Dia berjalan diarea gersang ini dan berangin menandakan bahwa ini pasti ada bahaya bagiku. "Ka-Kakek aku tidak tahu cara apapun.. a-aku mau p-pulang..." Robot tersebut mengusap-usap gaya ala robotnya tangannya di kepalaku menunjukkan reaksi ketenangan dan harapan. "Siti, ini tidak ada apa-apa mari kita mencari jalan keluarnya."
Sementara kakekku dirumah. Baru saja ia pulang dari kerjaannya, dan menantiku untuk kedatangannya baginya di hari setelah hari spesial kemarin. Namun kakek tidak menemukanku, ia mencari disegala sudut ruangan kamar tidak ada siapa-siapa, "Anak yang cepat belajar, ia baru saja memulai petualangannya," kakekku terkekeh sejenak.
Aku disini merasakan tidak seperti yang diharapkan kakek, penuh dengan ketakutan dan terkena imbas dengan robot Rimos. "Berpikirlah.." dahiku menggerut karena mencoba berpikir keras. Rimos, tentu saja ia adalah program yang dijalankan untuk kecocokan visual bicaranya yang seimbang dan pemahaman alphabet yang hadal pasti ia paham jalan kembali, "Rimos, antar aku pulang ke rumah, rumahku dekat sungai mengalir, dan dekat rumah tetangga bernama Sinai". Dengan jawaban ala robot, Rimos menegaskan, "Tidak ada lokasi yang dicari dirumahmu, ini bukanlah negara yang tepat untuk rumahmu. GPSku sudah mendeteksi tempat secara tepat." Dengan perasaan putus asa Rimos antarkan aku ke rumah yang dimana ada kakek yang menciptakanmu.
Tiba-tiba seorang laki-laki berjalan ke arahnya, dia mengenakan pakaian kuno dan bahannya belum tentu ada di zaman eraku. Aku takjub menghadapinya, sebenarnya ia adalah orang yang hebat menurutku. "Hai, apa yang kamu lakukan disini anak muda?" Seorang laki-laki itu berkata dengan nada ramah dan lembut seperti menyambut orang pada jam bertamunya. "Aku Siti dan dia Rimos Si Robot," kataku dengan seorang laki-laki sedikit tua aku hadapinya. Sepertinya aku telah mengenali orang ini dari mana tempatnya juga aku pun lupa, namun yang jelas ia telah menginspirasi orang sangat banyak sekali, dia adalah seorang penyebar kebenaran dari Tuhannya. "Mari anak-anak muda, ikutlah bersamaku dengan dakwahku," orang laki-laki berkata kepada kami sambil berjalan ke arah bukit.
"Perkenalkan lagi aku Siti dan dia Rimos," aku berkata kepada orang asing dengan penuh keringat dingin karena inilah orang belum aku pernah jumpai jadi dia orang asing sekarang di hadapanku. "Perkenalkan namaku Ilyas," lantas aku kaget dan pingsan seketika di jalan setelah mendengar perkataannya.
Kakekku dirumah telah menantiku sambil menyeduh kopi hangatnya di meja dengan pelengkap pot bunga kecilnya, dia sangat tenang sambil membaca korannya. Diberitahukan di koran bahwa ada salah satu seorang time traveler dari dunia lain dia kembali dengan selamat. "Semoga engkaulah juga Siti, keselamatan ada pada dirimu."
Aku dibagunkan oleh hamburan debu tanah diterpa angin. Oleh Rimos Si Robot, "Akhirnya Anda bangun juga," dan seorang laki-laki sedikit tua dia duduk samping kiri robotku. Menatapku dan mengajakku untuk pergi, entah kemana kita pergi namun aku ingat salah satu orang ini, dan keselamatan ada padanya.
Aku diam, tidak menanyakan ke arah tujuan kita, jelas seperttinya di dalam kisah, Nabi Ilyas bersembunyi ketika Raja Ahab bersama pasukannya mencari dia di segala tempat persembunyian Nabi Ilyas di wilayahnya agar Nabi Ilyas dibunuh. Lalu aku bertanya kepada Robot, "Rimos, tahukah kamu bahwa Nabi Ilyas apa yang ia akan dilakukannya?" Rimos menjawab dengan jawaban generative mesin Machine Learning ala robot bawaan karena sudah bisa berdiri sendiri inilah karena kakek membackup secara lokal bukan melalui internet. "Menurutku Nabi Ilyas ingin bersembunyi disebabkan Raja Ahab ingin membunuhnya, dia bersembunyi di gua berada di Gunung Qasiyun." Karena suara robotnya sangat keras sehingga Nabi Ilyas terdengar saat ia berkata. "Bagaimana Anda bisa tahu apa yang tidak aku ketahui?" Tanya Nabi Ilyas. "Bukan maksudku, ini adalah kesalahan kecil pemeriksaan robot belum berlanjut," sambilku jawab dengan senyum tipis-tipis menghadap kepadanya.
"Raja Ahab dan pasukannya setelah membunuh nabi lainnya, ia juga ingin membunuh nabi lainnya, termasuk Saya," kata Nabi Ilyas kepada kami dengan perasaan takut.
Jadi kami menikmati perjalanan dalam kondisi bahayanya sampai membuat kematian karena Nabi Ilyas diincar oleh Raja Ahab. "Ka-kalau begitu.. kita mati," aku pingsan di perjalanan karena kedengarannya tidak aman lagi menjadi seorang traveler. Dan Robot membawaku ke lokasi Nabi Ilyas bersembunyi berada di gua di Gunung Qasiyun.
Selepas sampai ditempat beberapa 7-10 menit kemudian aku sadar dan dibangunkan oleh Robot berserta Nabi Ilyas, jadi "Disinilah aku bersembunyi dari Raja Ahab bersama pasukannya," jawab Nabi Ilyas kepada kami sambil ia menyiapkan bara api jika malam tiba. Aku dan Rismo mengumpulkan kayu ranting kecil mengumpulkan menjadi satu, ditempat pembakaran berada.
Hingga hari esok tiba, kami selalu berpindah-pindah tempat agar selamat dari Raja Ahab berserta pasukannya dan bahkan kaummya. "Kapan kita berakhir disini?" Tanyaku kepada Nabi Ilyas dengan perasaan takut akibat mendengar kasus pembunuhan. Nabi Ilyas menjawab, "Selama berapa tahun lamanya". "Mesinku mendeteksi bahwa Nabi Ilyas bersembunyi selama 10 tahun lama..." tiba-tiba aku membekam mulut Rimos yang tidak terkendali karena responnya, wajar dia adalah robot yang tidak tahu perasaan seperti manusia yang dialaminya. "Jadi kapan kita pulang Rismo?" Aku mengeluh kesah, namun karena ada Nabi Ilyas sehingga membuatku bersemangat karena perjuangan dakwahnya. "KITA AKAN PULANG SEBENTAR LAGI," Rismo berteriak kencang sehingga pasukan Raja Ahab dari jauh mendengarnya dan berusaha mencari Nabi Ilyas sampai ketemu. "Bagaimana penjaga mengetahui keberadaan kita? Apa yang harus kita lakukan? Ini semua karena Rimos," aku mulai ketakutan. "Kita pindah tempat saja," seru Nabi Ilyas.
Saat itu pasukan Raja Ahab tidak menemukan keberadaan Nabi Ilyas di tempat tadi, Tuhannya telah menyelamatkannya dari kejahatan penjahat tersebut. "Ssstt.. Rimos jangankah kamu berteriak kencang-kencang.." aku mengambil perintah tegas kepada Rimos Si Robot. "Baiklah, maafkan aku tadi jika ada kesalahan," aku sambil mengawasi lingkungan sekitar "baguslah,"
Inilah yang dimaksud petualangan Siti dan Rimos Si Robot. Siti sedang mencari jalan keluar agar bisa mencapai di era zamannya, namun ia terkendala bagaimana cara menggunakan kamera beralat tersebut, sedangkan ia tidak bisa cara memakainya karena ia tidak tahu penggunaannya.
Nabi Ilyas berkata, "Apakah Anda tersesat?" Aku menoleh ke Nabi Ilyas dan menatap wajahnya, "Ya, tentu saja. Kami tersesat, kami tidak tahu cara pulang." Nabi Ilyas sambil menggambar arah mata angin dengan pasir dan bara kayu lalu menunjukkan keempat arah dimana tujuan kita sekarang, karena itulah mata arah angin, kita tidak tersesat. "Kamu kenapa Siti?" Rimos Si Robot bingung dalam menyiapkan jawaban yang dilerolehnya karena memiliki keterbatasan sumber daya Machine Learning lokal. "Tidak! Aku mau pulang dengan selamat dan pulang ke rumah, terima kasih Nabi Ilyas sekarang kami tidak tersesat lagi." Sambil mengotak-atik kamera beralat "Ini wajar saja kita bisa menekan tombol 'selanjutnya' agar kita kembali. "Tentukah?" Jawabku bingung dengan pernyataan Rimos yang sedang menjelaskan fungsi tombol kamera beralat tersebut. Tombol 'selanjutnya' memungkinkan kita bisa kembali ke rumah kita, bisa saja Siti dan Rismo kembali ke rumah pada era zamannya, Siti merindukan rumah namun juga merindukan Nabi Ilyas, namun kita harus pulang ke kembali asal era zaman kita.
Pada saat sore itu Siti tidaklah pernah melupakan perjuangan yang mematikan yang dihadapi Nabi Ilyas dalam berdakwah meskipun umatnya dalam ketersesatan yang nyata, mereka perlu diberi petunjuk sama dengan halnya Siti dan Rimos, petunjuk arah mata anginnya sangat membantu. "Terima kasih Nabi Ilyas, kami merindukanmu, dan kami juga akan bertemu denganmu lagi," aku berkata dengannya dengan penuh keharuan karena tidak kuat menahan lepasnya tetesan air mata. Nabi Ilyas melambaikan tangannya sebagai ucapan perpisahan dengannya. Dan kisah ini tidak berakhir sampai sini,
Siti dan Rimos tidak pernah melupakan hari spesialnya setelah ulang tahunnya tersebut.
Siti dan Rimos © 2025 by Nazwa Shabrina Zain is licensed under CC BY-NC-SA 4.0
Amazing...keren.
BalasHapus